Foto: Muhammad Ridho Jakarta - Mahar, syarat yang mudah dalam pernikahan namun terkadang berkembang menjadi rumit dan berat. Dampaknya? Pernikahan sangat mungkin batal. Di sisi lain ada yang memenuhi besarnya mahar di luar kemampuan dengan berutang, sehingga kelar pernikahan muncullah cicilan, dan ini sedang menjadi tren, entah mengambil kredit multiguna atau Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang bunganya relatif tinggi.
Rumitnya mahar dan berat untuk sebagian orang ketika bersandingan dengan tabiat istiadat ataupun kebiasaan masyarakat setempat, bahwa mahar harus sekian puluh bahkan ratus juta sesuai dengan tingkat pendidikan calon mempelai perempuan, menyerupai di kawasan Bugis. Tak jarang calon mempelai pria mundur, karena tidak bisa memenuhi jumlah mahar yang diinginkan. Dari hasil diskusi di grup telegram misalnya, di Aceh mahar biasanya seberat 10 maryam emas, satu maryam setara dengan 3,3 gram emas, sehingga berat mahar sebesar sekitar 33 gram emas. Daerah lain yang terkenal paling mahal ialah kawasan Bugis bisa mencapai miliaran rupiah, di mana diadaptasi dengan strata sang wanita, mulai dari kecantikan, keturunan, pendidikan dan pekerjaan calon mempelai wanita. Semakin tinggi stratanya maka mahar yang biasa disebut dengan uang panai akan semakin mahal.
Mahar Sebaiknya Barang Bernilai Ekonomi
Dalam islam mahar merupakan salah satu syarat sah pernikahan berdasarkan ijmak ulama, hal ini berdasarkan pada firman Yang Mahakuasa QS An-Nisa' 4:4. Namun demikian, tidak ada batas minimal atau maksimal mengenai nilai mahar. Dalam QS Al-Baqarah 2:236 Yang Mahakuasa hanya memberi kisi-kisi bahwa mahar sebaiknya menurut kemampuan calon suami.
Perempuan yang baik ialah yang mudah (murah) maharnya, namun dibolehkan seorang perempuan menentukan jumlah mahar yang diinginkan. Bagi calon suami ada 2 pilihan, mengabulkan bila bisa atau menolak.
Selain tradisi mahar menyerupai di Aceh dan Bugis di atas, remaja ini sangat lazim menunjukkan mahar seperangkat alat sholat dan Alquran. Meski tidak dilarang, dianjurkan mahar ialah barang yang bernilai, dapat dinilai oleh masyarakat misal uang, perhiasan, tabungan, reksa dana, tanah, rumah, mobil, dsb. Jangan hingga mahar menjadi hal yang kurang bermanfaat atau malah memberatkan. Quran dan Alat sholat pastinya sudah dimiliki oleh setiap perempuan muslim.
Namun tak mengapa mahar mukena misal satu truk, bisa dijual dan bernilai ekonomi, pribadi buka toko grosir mukena kan ya.
Mengambil Pinjaman Untuk Pernikahan
Mahar sudah selesai, tibalah beberapa bulan menjelang hari H, ternyata mempelai perempuan menghendaki mahar, uang lain-lain yang totalnya di luar ketersediaan. Calon mempelai perempuan dan keluarga kemudian menyarankan untuk mengambil derma untuk memenuhinya, dengan dalih, "mahar saja boleh utang, masa utang untuk mahar tidak mau." Ya, berutang untuk mahar dibolehkan.
Sebelum memutuskan mengambil derma untuk nikah, setidaknya beberapa hal ini perlu dipertimbangkan:
1. Pinjaman sifatnya tambahan atas kekurangan bukan sumber utama.
2. Cicilan. Berapa besaran cicilan atas derma yang akan diambil. Ingat maksimum cicilan semua utang ialah 30% dari pendapatan. Itupun untuk cicilan yang sifatnya cicilan utang produktif.
3. Kebutuhan Hidup Setelah Menikah. Setelah menikah menyusul beberapa macam tujuan keuangan, menyerupai KPR, kehamilan, kelahiran dan aqiqahnya, biaya pendidikan dan pernikahan anak, belum untuk kebutuhan pribadi menyerupai investasi dana pensiun, dana haji bagi muslim dan investasi wakaf.
4. Masalah uang sumber duduk perkara dengan pasangan. 70% perceraian di indoneia disebabkan oleh duduk perkara ekonomi yang dialami oleh keluarga muda, keluarga yang gres menikah dibawah usia pernikahan 5 tahun. Ini dapat di artikan bahwa kondisi keuangan yang sehat harus dicapai biar terhindar dari risiko 70% tersebut.
Biasanya yang mengambil derma sebagai sumber utama untuk pernikahan ialah mereka-mereka yang sama sekali belum mempersiapkan pernikahan, bisa karena memang belum mengalokasikan atau mendadak menikah.
Nah, sudah mempertimbangkan dan menghitungnya? Pastikan bila memutuskan mengambil derma untuk mahar dan pernikahan, kebutuhan investasi setalah menikah tetap dapat terpenuhi. Ingat setelah pernikahan kehidupan yang bekerjsama gres di mulai. Ada pepatah mengatakan, 'jika cinta itu buta (Butuh Uang, Tabungan dan Aset) pernikahanlah yang menandakan semuanya.' Jangan hingga tujuan pernikahan yang sakral tercemari dengan beban cicilan utang ketika pernikahan, yang membuat jalannya roda rumah tangga terseok-seok bahkan hancur. Ingat mahar itu sarana untuk halal bersama bukan menjebloskan ke dalam jeratan utang setelahnya.
Rencanakan Pernikahan Anda, jauh-jauh hari, termasuk di dalamnya mahar ini, yaitu semenjak Anda punya gandengan atau sudah berhayal perihal pernikahan. Hayalan itu pastinya sudah membayangkan dong dengan siapa nanti ke penghulu dan disahkan? Nah, bangunlah dari hayalan atau harapan itu untuk mewujudkannya. Bagaimana caranya ialah dengan mencari informasi tabiat istiadat dan tradisi mahar dari calon mempelai yang anda impikan, hitung dan mulai cicil dari berpenghasilan.
Misal Anda ingin menyerupai Hamish Daud memberi mahar 500 gram emas kepada Raisa, atau misal cukup 50 gram emas. Rencana menikah usia 27 tahun, ketika ini usia anda 23 tahun, ada waktu 4 tahun untuk mulai menyicil emasnya dari sekarang. Anda tinggal membagi jumlah emas dengan sisa waktu, sehingga dengan teladan tersebut Anda punya waktu menyiapkan 50 gram emas dalam 4 tahun. Coba dihitung, berapa gram per bulan? Mudah bukan.
Ayo mencar ilmu menabung dan berinvestasi biar bisa punya mahar untuk pasangan di Workshop mengelola keuangan dan gaji CPMM di Jakarta info bisa dibuka di sini berbarengan dengan kelas Belajar Asuransi info buka di sini, sementara untuk reksa dana Jakarta info bisa dibuka di sini berbarengan dengan di Yogya, Solo dan Semarang (JogLoSemar / Jawa Tengah) bisa lihat info di sini dan di sini.
Semoga bermanfaat, salam finansial! Sumber detik.com