Foto: Tim Infografis, Luthfy Syahban Jakarta - Pemerintah kembali menyiapkan sketsa gres khusus bagi masyarakat berpengasilan rendah (MBR) pekerja informal untuk pemberian jalan masuk pembiayaan ke perbankan membangun rumah tumbuh atau renovasi rumah. Dalam sketsa gres ini, masyarakat pekerja informal menyerupai petani, tukang cukur, pedagang kaki lima, sopir angkot, hingga nelayan dibantu oleh tenaga pendamping yang telah disiapkan oleh pemerintah. Skema pembiayaan ini disebut sketsa KPR mikro bagi pekerja informal.
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementeriaan PUPR, Lana Winayanti mengatakan, lewat jadwal ini pemerintah telah menggandeng 4 lembaga pembiayaan, yaitu Bank Kesejahteraan Ekonomi, BRI, Pegadaian, dan Yayasan Habitat for Humanity. Lewat KPR mikro ini, pekerja informal dapat mengajukan pinjaman kepada empat lembaga pembiayaan tersebut.
Batas maksimal pinjamannya mencapai Rp 50 juta yang dapat dicicil dalam waktu 5 tahun dengan bunga komersil. Masyarakat akan diminta rencana pembangunan rumahnya dalam waktu tertentu semoga kredit bisa disalurkan. Syaratnya pengaju kredit harus merupakan pekerja informal yang masuk dalam kategori MBR, dan harus memiliki rencana pembangunan rumah yang jelas, lengkap dengan teknis dan biaya pembangunan rumah.
Dalam hal ini, pemerintah menyediakan tenaga pendamping yang akan membantu masyarakat untuk melaksanakan perencanaan dalam membangun rumah tersebut.
"Kita menunjukkan pemberian dalam pendampingan. Kemudian dibantu mereka (pekerja informal) dalam perencanaan dari rumahnya, mulai dari perhitungan biaya pembangunan rumahnya, jenis materi bangunannya dan sebagainya. Nanti akan didampingi oleh asosiasi yang telah ditunjuk, habitat dan juga LSM," kata Lana dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Menurutnya, bunga komersil yang diberikan perbankan terhadap kreditur masuk dalam kelayakan ekonomi untuk pekerja tersebut.
"Besaran plafonnya kan maksimal Rp 50 juta. Batas pengembalian pinjaman hingga 5 tahun. Kaprikornus dari kajian ekonomi, mereka cocok. Kalau mereka dalam jangka waktu pendek begini kan bisa dijamin," terang Lana.
Adapun dalam hal ini, pemerintah menyiapkan dana dekonsentrasi untuk kebutuhan penyiapan tenaga pendamping di 16 provinsi yang ditunjuk untuk diterapkan sketsa KPR mikro untuk pekerja informal ini. Dana tersebut mencapai Rp 16,3 miliar yang disebar kepada 16 provinsi di antaranya Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Timur, Bali, Kalbar, Kalsel, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku.
"Untuk suku bunganya mengikuti suku bunga pasar. Tapi pemerintah menunjukkan pendampingan pada masyarakat. Dan kita harapkan masyarakat sektor informal itu ada banyak sekali ragam. Ada PKL, Sopir angkot, Nelayan, Tukang Cukur, Petani. Karakternya berbeda-beda," ucap Lana.
"Misalnya Petani, setelah panen punya uang banyak, harus kelola baik. Mereka diajar untuk kelola uangnya dengan baik semoga bisa membangun atau memperbaiki rumahnya. Bagaimana mereka bisa menghitung biaya bangunan," pungkasnya. Sumber detik.com