Foto: Agung Pambudhy Jakarta - Penyaluran kredit perbankan pada paruh pertama tahun 2017 masih melambat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ini termasuk penyaluran kredit properti khususnya kredit pemilikan rumah (KPR).
Ekonom menyebut, butuh stimulus moneter menyerupai peningkatan rasio loan to value (LTV) dan uang muka jadi lebih rendah mampu untuk mendongkrak penyaluran kredit.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, bila bank menurunkan uang muka KPR maka dinilai terlalu berisiko.
"Kalau uang muka turun, berisiko untuk non performing loan (NPL," kata Jahja ketika dihubungi detikFinance, Senin (14/8/2017).
Dia mengatakan, ketika ini BCA masih mencatatkan pertumbuhan kredit properti dan KPR yang baik meskipun tidak seagresif tahun-tahun sebelumnya.
"KPR di BCA masih bagus, tinggal kasih bunga murah saja sih, pasti banyak yang ambil," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk Hariyono Tjahjarijadi mengatakan dari sisi peraturan dalam rangka kehati-hatian kredit sudah memadai.
"Kalau dilonggarkan lagi akan berisiko untuk perbankan," ujarnya.
Dia mengatakan, persoalan utama undangan kredit rendah ialah memang konsumen atau masyarakat ketika ini sedang dilanda daya beli yang lesu.
"Masyarakat kita sekarang sedang mengubah pola konsumsinya, jadi bukan alasannya ialah kurang stimulus," ujarnya.
Dia menambahkan, dalam kondisi penyaluran kredit yang belum normal dan suku bunga contoh di Amerika Serikat (AS) yang ditahan belum naik maka mampu jadi kesempatan untuk menurunkan bunga simpanan.
"Kalau ini mampu berjalan lancar, maka penurunan bunga kredit mampu saja dilakukan," ujarnya. Sumber detik.com